disadur dari : http://tembakaudeli.blogspot.com/p/sultan-van-asahan.html
![]() |
Lambang Kesultanan Asahan |
SULTAN VAN ASAHAN
Awal mula Kesultanan Asahan dimulai dari
turunnya Sultan Alaiddin Mahkota Alam Johan Berdaulat ( Sultan Alaiddin
Riyatsyah I Al Qahhar ) yang memerintah Kerajaan Aceh tahun 1537 - 1568
yang melakukan penyerangan ke negeri-negeri pantai timur Sumatera. Saat
melakukan penyerangan ke Labuhan Batu, datanglah permaisuri Batara
Sinomba, Raja Pinang Awan (Sutan Mangkuta Alam, Raja Air Merah) glr Marhum
Mangkat di Jambu meminta tolong kepada Sultan Aceh, karena dia sering
difitnah dan dianiaya oleh suaminya.
Mendengar pengaduan istri kedua Batara
Sinomba yang berasal dari Angkola ini, Sultan Alaiddin mengutus Raja Muda
Pidie untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Akhirnya Masalah tersebut
dapat diselesaikan dengan terbunuhnya Batara Sinomba.
Sebagai rasa terima kasihnya maka
Permaisuri tersebut menyerahkan Puterinya yang bernama Siti Ungu Selendang
Bulan (Siti Unai) untuk dinikahi oleh Sultan Aceh dan dibawa ke
Kerajaan Aceh.
Setelah beberapa tahun maka kedua orang
Abang Siti Ungu dengan ditemani oleh Raja Batak "Karo- Karo"
datang menemui Sultan Aceh meminta adiknya untuk dibawa pulang. Sultan Aceh pun
mengabulkan permintaan kedua orang abang dari Siti Ungu tersebut dengan syarat
Apabila kelak anak yang dilahirkan oleh Siti Ungu adalah seorang Laki - laki
maka ia harus dirajakan didaerah Asahan.
Dan untuk mengawal rombongan Siti Ungu
kembali ke negerinya maka Sultan Aceh mengutus salah seorang pembesarnya di
Pasai yaitu Anak Sukmadiraja yang berasal dari Kampung Sungai Tarap
Minangkabau.
Setibanya di Asahan, Siti Ungu melahirkan
seorang anak laki - laki yang diberi nama RAJA ABDUL JALIL. Siti Ungu
kemudian menikah lagi dengan Raja Karo karo yang setelah masuk islam dan diberi
gelar Raja Bolon dan memperolah seorang putera yang bernama Raja Abdul
Karim yang digelar dengan Bangsawan "Bahu Kanan".
Tak berapa lama kemudian Raja Bolon
menikah lagi dengan Puteri Raja Simargolang dan memperoleh dua orang
putera yaitu Abdul Samad dan Abdul Kahar yang bergelar Bangsawan
"Bahu Kiri".
Setelah Raja Bolon meninggal terjadi
perselisihan antara Sultan Abdul Jalil dengan Raja Simargolang karena
mengangkat kedua cucunya tersebut menjadi raja di Kota Bayu dan Tanjung
Pati.
Sultan Abdul Jalil terpaksa mengundurkan
diri ke Hulu Batubara dan meminta bantuan ayahnya Sultan Aceh.
Akhirnya dengan bantuan Sultan Aceh, Raja Simargolang dapat dikalahkan dan
dipaksa untuk membuat perjanjian damai dan pada saat itu pula Anak
Sakmadiraja dinobatkan menjadi Bendahara di Kerajaan Asahan.