Friday, 5 December 2014

SEJARAH KESULTANAN ASAHAN



disadur dari : http://tembakaudeli.blogspot.com/p/sultan-van-asahan.html
Lambang Kesultanan Asahan
 SULTAN VAN ASAHAN
Awal mula Kesultanan Asahan dimulai dari turunnya Sultan Alaiddin Mahkota Alam Johan Berdaulat ( Sultan Alaiddin Riyatsyah I Al Qahhar ) yang memerintah Kerajaan Aceh tahun 1537 - 1568 yang melakukan penyerangan ke negeri-negeri pantai timur Sumatera. Saat melakukan penyerangan ke Labuhan Batu, datanglah permaisuri Batara Sinomba, Raja Pinang Awan (Sutan Mangkuta Alam, Raja Air Merah) glr Marhum Mangkat di Jambu meminta tolong kepada Sultan Aceh, karena dia sering difitnah dan dianiaya oleh suaminya. 



Mendengar pengaduan istri kedua Batara Sinomba yang berasal dari Angkola ini, Sultan Alaiddin mengutus Raja Muda Pidie untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Akhirnya Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan terbunuhnya Batara Sinomba.



Sebagai rasa terima kasihnya maka Permaisuri tersebut menyerahkan Puterinya yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan (Siti Unai) untuk dinikahi oleh Sultan Aceh dan dibawa ke Kerajaan Aceh. 



Setelah beberapa tahun maka kedua orang Abang Siti Ungu dengan ditemani oleh Raja Batak "Karo- Karo" datang menemui Sultan Aceh meminta adiknya untuk dibawa pulang. Sultan Aceh pun mengabulkan permintaan kedua orang abang dari Siti Ungu tersebut dengan syarat Apabila kelak anak yang dilahirkan oleh Siti Ungu adalah seorang Laki - laki maka ia harus dirajakan didaerah Asahan. 



Dan untuk mengawal rombongan Siti Ungu kembali ke negerinya maka Sultan Aceh mengutus salah seorang pembesarnya di Pasai yaitu Anak Sukmadiraja yang berasal dari Kampung Sungai Tarap Minangkabau



Setibanya di Asahan, Siti Ungu melahirkan seorang anak laki - laki yang diberi nama RAJA ABDUL JALIL. Siti Ungu kemudian menikah lagi dengan Raja Karo karo yang setelah masuk islam dan diberi gelar Raja Bolon dan memperolah seorang putera yang bernama Raja Abdul Karim yang digelar dengan Bangsawan "Bahu Kanan"



Tak berapa lama kemudian Raja Bolon menikah lagi dengan Puteri Raja Simargolang dan memperoleh dua orang putera yaitu Abdul Samad dan Abdul Kahar yang bergelar Bangsawan "Bahu Kiri"



Setelah Raja Bolon meninggal terjadi perselisihan antara Sultan Abdul Jalil dengan Raja Simargolang karena mengangkat kedua cucunya tersebut menjadi raja di Kota Bayu dan Tanjung Pati



Sultan Abdul Jalil terpaksa mengundurkan diri ke Hulu Batubara dan meminta bantuan ayahnya Sultan Aceh. Akhirnya dengan bantuan Sultan Aceh, Raja Simargolang dapat dikalahkan dan dipaksa untuk membuat perjanjian damai dan pada saat itu pula Anak Sakmadiraja dinobatkan menjadi Bendahara di Kerajaan Asahan.


Thursday, 4 December 2014

“Annemie in Buiten Gewesten” potret cerita silam, kini dan esok (Film Karya Putra Daerah - EDDIE KARSITO)



“Wij nog steeds hebben familie hier, maar weet niet de exacte,” kata Annemie, gadis belia nan cantik asal Belanda. Ia mengaku punya keluarga di Kisaran Asahan Sumatera Utara, tetapi tak tahu persisnya.

“Ik kwam hier uitvoering van onze voorouders lijk as te worden begraven met haar dochter in de Buiten Gewesten,” Annemie menjelaskan, sambil menyerahkan dua kotak abu jenazah leluhurnya Dirck-Margreet, agar dimakamkan disamping makam putrinya Arabella Van Dirck yang telah lebih dulu meninggal sebelum kepulangannya ke Belanda di tahun 1933.

 “Annemie in Buiten Gewesten” adalah potret cerita silam, kini dan esok, yang menyoal “Toean Keboen”  dan “Koeli Kontrak” di era kolonial Belanda. Tentang manusia Jawa, yang terdorong menjadi buruh perkebunan di Sumatera Timur. Melahirkan peradaban baru (akulturasi budaya) menjadi ”Jawa Deli” atau ”Pujakesuma” (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Tentang cinta terlarang sang Noni, anak “Toean Keboen” dengan pemuda Jawa tampan, pemain Sandiwara tradisi (Ludruk), di Keboen Goerah Batoe Asahan.

Tentang indahnya destinasi wisata Arung Jeram Sungai Asahan, yang banyak diminati rafter profesional internasional. Arung Jeram Sungai Asahan menempati posisi ketiga tersulit di dunia setelah sungai zambesi di Afrika dan sungai Colorado di Amerika.
ANNEMIE (22 tahun), adalah warga negara Belanda, mahasiswi Universiteit van Amsterdam, jurusan ilmu sejarah, seni dan budaya. Ia datang ke Indonesia (Kisaran, Tanjung Balai Asahan, Batubara) dalam rangka studi/observasi melengkapi penyusunan tesis program S2 untuk mendapat gelar Magister Humaniora.
 
ANNEMIE tertarik dengan deskripsi mengenai budaya suku bangsa di luar Eropa yang masih tradisional dan merupakan sisa kebudayaan kuno. Ia ingin meneliti berbagai adat-istiadat, sistem kepercayaan, struktur sosial dan kesenian dari berbagai suku yang tersebar di wilayah nusantara, dari masa sebelum dan sesudah penjajahan Belanda. Tentang kolonialisme bangsa Eropa atas negara–negara di Afrika, dan Asia dalam usaha mencari sumber daya alam baru, khususnya rempah-rempah yang sangat dibutuhkan masyarakat Eropa pada saat itu.