Monday, 8 June 2015

MARHABAN YA RAMADHAN

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian supaya kalian bertakwa”. (Al Baqarah : 184)

Ramadhan berasal dari kata “ramadha” artinya menjadi panas.
Orang mengatakan “ramadha ash-shai’mu” artinya bagian tubuh orang yang berpuasa menjadi sangat panas dan haus karena puasa (Arabic-EnglishLexicon, EW Lane)
Bulan kesembilan tahun Qamariyah ini disebut Ramadhan karena:

1) Puasa di bulan ini menimbulkan panas disebabkan haus
2) Beribadah di bulan ini membakar habis bekas dosa-dosa manusia
3) Ibadah di bulan ini menimbulkan panas semangat cinta kepada Allah swt dan sesama manusia


Puasa dalam bahasa arab disebut “shawm” atau “shiyaam” yang salah satu artinya menahan atau mengendalikan, yaitu orang yang berpuasa menahan atau mengendalikan diri dari melakukan hal-hal yang menurut syari’at dapat membatalkan ibadah puasa yang dilakukannya.

Puasa merupakan bentuk ibadah yang mengandung unsure pengorbanan yang sempurna, karena didalam puasa manusia dituntut untuk melatih disiplin rohani dan disiplin moral yang memiliki nilai sosial. Manusia diajarkan akhlak yang tinggi yaitu dengan menjauhi hal-hal yang halal (makan, minum, bercampur dengan istri), sehingga hal yang dilarang akan ditinggalkan. Manusia yang sebelumnya menjadi budak hawa nafsu, bisa menjadi majikannya. Tanpa melihat perbedaan derajat kedudukan dan setatus social, orang yang berpuasa dapat merasakan lapar dan bagaimana bertahan hidup tanpa makan, sehingga dengan pengalaman ini dapat menimbulkan rasa simpati untuk bersedekah.



Bulan Ramadhan merupakan bulan yang selalu ditunggu-tunggu oleh umat muslim di seluruh dunia. Pada bulan ini, umat muslim dengan penuh suka cita menjalankan puasa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. selama sebulan penuh. Salah satu keutamaan bulan suci Ramadhan ialah turunnya rahmat, hidayah, dan ampunan bagi semua makhluk-Nya di dunia.
Di balik itu semua, ternyata bulan Ramadhan banyak merekam peristiwa penting bagi umat muslim, baik peristiwa yang dialami Nabi Muhammad, para sahabat, dan para pengikutnya. Hal itu menunjukkan keutamaan dan keistimewaan bulan suci Ramadhan. Bahkan, tak jarang peristiwa itu terabadikan di dalam Alquran. Terdapat 7 peristiwa penting yang terjadi di bulan Ramadhan. Peristiwa-peristiwa ini menjadi pengingat sekaligus penanda keutamaan bulan suci Ramadhan.

1. Peristiwa Pengangkatan Nabi sebagai Rasul dan Nuzulul Qur’an

Salah satu keutamaan bulan suci Ramadhan adalah turunnya Alquran. Tatkala Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun, Nabi melakukan ‘uzlah (menyendiri) di gua kecil di bukit Hira yang terletak di luar Kota Mekah. Pada waktu itu, tradisi ‘uzlah pada bulan Ramadhan merupakan hal yang lazim dilakukan. Ketika Nabi sedang dilanda kegelisahan, kegundahan, keraguan, dan harapan akan kebenaran, saat itulah datang Malaikat Jibril menemuinya. Ia memerintahkan Nabi untuk membaca. Di saat itulah, Nabi menerima wahyu untuk pertama kali yang dikenal dengan surat al-Alaq: 1-5 yang sekaligus menjadi pertanda kenabiannya. Peristiwa itu diperingati sebagai malam nuzulul Qur’an atau diturunkannya Alquran di muka bumi, peristiwa itu terjadi pada akhir bulan Ramadhan tahun 610 M.

2. Terjadinya Lailatulkadar

Salah satu keutamaan bulan suci Ramadhan ialah adanya malam lailatulkadar, yaitu malam yang penuh keagungan, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam ini terjadi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ada juga yang berpendapat malam lailatulkadar juga terjadi pada tanggal 17 Ramadhan, waktu dimana Alquran juga diturunkan. Peristiwa ini terabadikan dalam surat al-Qadr: 1-5.

3. Peristiwa Kemenangan Muslimin dalam Perang Badar

Akibat tindakan represif yang dilakukan kaum musyrikin Mekah terhadap kaum muslimin, terjadilah perang antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin untuk pertama kalinya. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan 624 M atau tahun kedua setelah hijrah. Berkat kepemimpinan Nabi, perang ini berhasil dimenangkan kaum muslimin meskipun dengan jumlah pasukan dan peralatan perang minim, yaitu 313 orang melawan 1000 pasukan di pihak kaum musyrikin.

4. Penaklukan Kota Mekah (Fathul Makkah)


Penaklukan Kota Mekah (Fathul Makkah)
Peristiwa besar lainnya yang terjadi pada bulan Ramadhan ialah penaklukan Kota Mekah pada tahun 630 M atau 8 H. Peristiwa ini bermula ketika kaum kafir Quraisy Mekah mengkhianati perjanjian Hudaibiyah (perjanjian damai dengan kaum Muslim). Nabi pun memerintahkan untukmenginvasi Kota Mekah pada bulan Ramadhan di tahun yang sama. Saat itu pasukan Muslimin menghancurkan 360 berhala sesembahan kaum musyrikin di sekitar Ka’bah, termasuk berhala-berhala  besar yaitu Latta, Uzza, dan Manatta. Peristiwa ini juga diabadikan dalam surat an-Nashr: 1-3.

5. Terbunuhnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Peristiwa ini tepatnya terjadi pada 21 Ramadhan 40 H. Ali merupakan khalifah terakhir. Ketika periode Khulafaur Rasyidin, ia dibunuh oleh seorang dari kaum Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam dan meninggal dua hari kemudian. Kematian Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya sistem kekhalifahan Islam dan dimulainya sistem dinasti dalam tataran sistem pemerintahan kaum muslimin. Peristiwa itu juga menandakan dimulainya pertikaian diantara umat muslim.

6. Dimulainya Dinasti Abbasiyah

Pada bulan Ramadhan tahun 132 H atau tahun 750 M, berakhir sudah pemerintahan Bani Umayyah. Pada saat yang sama, Abu al-Abbas terpilih menjadi sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyyah. Keberadaan Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu peradaban manusia yang besar saat itu, kemajuan tak hanya diperoleh dalam kajian keislaman saja tetapi juga kajian ilmiah dan sastra, seperti kedoktrean, filsafat, astronomi, matematika, bahkan dalam bidang arsitektutur dan kesenian.

7. Awal Pembebasan Baitul Maqdis

Penghancuran dan penguasaan Kota Asqalan yang merupakan pintu masuk menuju Kota Baitul Maqdis pada tahun 584 atau 1070 M membuka jalan membebaskan al-Quds dari tangan penguasa bangsa Franka yang lalim. Penghancuran dan penguasaan kota ini dilakukan oleh panglima Shalahuddin al-Ayyubi dari dinasti Fathimiyah. Pada akhirnya, di tahun 1187 al-Quds berhasil dikuasai, adzan pun berkumandang di Masjidil Aqsha.

Itulah tujuh peristiwa yang terjadi pada bulan Ramadhan. Sungguh, Allah telah membukakan tanda-tanda kekuasaannya pada kita semua lewat keutamaan bulan suci Ramadhan yang terekam dalam peristiwa-peristiwa besar kaum muslimin masa lalu. Semoga keutamaan bulan suci Ramadhan ini akan terus kita ingat untuk dapat diambil hikmah dan pelajaran yang ada di dalamnya.

Dalam salah satu penggalan kalimat khutbah Rasulullah menyongsong datangnya bulan Ramadhan, beliau mengatakan: "Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya."
Kehadiran bulan Ramadhan berarti hadirnya kesempatan untuk bertaubat. Hadirnya peluang untuk membersihkan diri. Menghapus dosa. Menghilangkan kesalahan dan kekhilafan. Baik kepada sesama maupun kesalahan kepada Allah swt.
Rasul perintahkan kita untuk mengangkat tangan saat sholat, berdoa dengan hati yang khusyuk. Merendahkan diri di hadapanNya. Bermunajat kepada Yang Maha Kuasa. Bersimpuh di haribaanNya. Karena, di saat itulah Dia akan memandang pada wajah-wajah hambaNya. Dia tahu mana hamba yang bermohon dengan tulus ikhlas dan mana hamba yang hanya berpura-pura berdoa. Sungguh Dia Maha Mengetahui segala yang nampak dan yang tersembunyi.
Saat seorang mukmin mampu mengikhlaskan dirinya dalam berdoa kepadaNya, maka Dia akan menyambut seruannya. Dia akan mengabulkan doanya. Dia akan memberikan kehidupan yang terbaik kepada hambaNya. Kehidupannya akan dipenuhi ketenangan dan ketentraman. Dia yakin, saat dia menyandarkan diri kepada Allah dalam setiap urusannya, maka Allah akan mencukupi semua kebutuhannya.
Sebaliknya, jika seorang hamba tidak berdoa dengan hati yang ikhlas, namun diselimuti dengan kepentingan dan hawa nafsu dan ambisi duniawi, maka jangan harap Allah akan mengabulkan pintanya. Kalau pun seolah-olah doanya dikabulkan Allah lewat sebuah peristiwa yang disukai orang tersebut, maka itu hanyalah sebuah bentuk ujian dan cobaan yang Allah berikan padanya. Segeralah bertaubat dan bersihkan hati.
Selagi Ramadhan baru hadir bersama kita, kinilah saatnya membulatkan tekad untuk membersihkan hati, menyucikan jiwa, dan perbanyak berdoa di hadapan Allah, setiap waktu, setiap saat. Yakinlah tekad yang kuat akan menggerakkan pikiran dan jasad untuk melaksanakannya. 

Allah menjelaskan hikmah yang tersimpan di balik syari’at puasa yang Allah tetapkan. Bukanlah yang menjadi tujuan utama puasa adalah melarang dari makan, minum, atau kesenangan-kesenangan yang mubah. Bukan hal ini maksud utama darinya, akan tetapi sesungguhnya yang dituju adalah buah dari puasa itu dalam diri hamba. Oleh sebab itu Allah berfirman, “Mudah-mudahan kalian bertakwa.”
Hal ini menunjukkan bahwa puasa merupakan sebab menuju ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan ini merupakan faidah yang terbesar dari ibadah puasa. Yaitu bahwasanya puasa akan menumbuhkan ketakwaan, sementara takwa adalah maqam/tingkatan ibadah yang paling tinggi. Takwa adalah kalimat yang mencakup segala kebaikan. Karena dengan puasa, seorang hamba akan menjauhi maksiat dan keburukan, menjauhh darinya, dan bertaubat dari dosa yang telah lalu.

Hal itu dikarenakan dia menyadari bahwa maksiat akan merusak puasa bahkan bisa menyebabkan lenyapnya semua pahala puasa. Sehingga dia akan letih dan capek tanpa mendapatkan faidah apa-apa. Oleh sebab itu, seorang yang sedang puasa akan berusaha menjauhi maksiat. Dan hal ini adalah suatu hal yang bisa dirasakan dan dilihat.
Orang yang berpuasa berbeda dengan orang yang tidak puasa. Orang yang puasa akan membatasi dan meminimalisir maksiat dari segala indera yang dia miliki. Karena puasa akan membatasi dirinya dari hal itu. Berbeda dengan kondisi orang yang tidak puasa, karena kekuatan badan dan syahwatnya akan membawa dirinya untuk cenderung mengikuti keinginan syahwat dan hawa nafsu. Lain dengan orang yang puasa, maka puasa itu akan membentenginya dari maksiat-maksiat ini dan membuahkan ketakwaan kepada Allah di dalam dirinya.
Kalau begitu, puasa yang tidak memberikan buah dan bekas positif pada pelakunya maka sebenarnya ini bukanlah puasa yang sebenarnya. Maka hendaknya setiap muslim melihat pada dirinya sendiri; apabila puasa itu bisa menghalangi dirinya dari maksiat dan melembutkan hatinya dengan ketaatan, membuatnya membenci kemaksiatan, dan menggerakkan ketaatan, maka itu berarti puasanya benar dan menghasilkan manfaat. Adapun apabila sebaliknya maka itu berarti puasanya tidak bermanfaat.

Oleh sebab itulah Allah mengatakan, “Mudah-mudahan kalian bertakwa.” Sehingga puasa yang tidak membuahkan ketakwaan adalah tidak mengandung faidah di dalamnya. Inilah salah satu faidah puasa.
Kemudian, diantara keutamaan puasa yang sangat agung adalah Allah mengistimewakan puasa ini dari seluruh bentuk amalan untuk diri-Nya. Allah mengatakan, “Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” Hal itu dikarenakan puasa adalah niat yang ada dari seorang hamba untuk Rabbnya; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala.
Anda, apabila melihat diantara orang-orang itu, maka tidak ada bedanya antara orang yang puasa dan yang selainnya. Tidak tampak perbedaan diantara mereka. Berbeda halnya dengan bentuk ibadah-ibadah lain; sholat bisa dilihat, sedekah tampak, jihad juga tampak, tasbih, tahlil, dan takbir juga tampak jelas dan bisa dilihat orang dan mereka bisa mendengarnya.

Berbeda halnya dengan puasa, maka puasa itu sesuatu yang rahasia. Rahasia antara hamba dengan Rabbnya. Karena di dalam hatinya dia berniat dengan puasanya untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan hal ini adalah suatu perkara yang tidak diketahui secara persis kecuali oleh Allah. Puasa itu tidak bisa dilihat pada fisiknya; sama saja. Dia sama seperti orang lain. Dia juga berjalan, bergerak, -sama dengan orang lain- sehingga tidak tampak puasa itu pada fisiknya. Hanya Allah lah yang mengetahui bahwa dia memang sedang puasa.
Jadi karena puasa ini menjadi rahasia antara hamba dengan Rabbnya maka Allah pun mengistimewakan amalan ini untuk diri-Nya sendiri. Dimana Allah menyatakan, “Puasa itu adalah untuk-Ku.” Padahal suatu perkara yang dimaklumi bahwa semua ibadah adalah untuk Allah, adapun ibadah yang tidak diperuntukkan kepada Allah maka tidaklah bisa membuahkan manfaat bagi orang yang puasa/melakukan amal itu alias sia-sia. Akan tetapi puasa ini memiliki kekhususan; dimana ia merupakan rahasia paling besar diantara sekian banyak ibadah yang lain.
Kemudian Allah mengatakan, “Dan Aku lah yang akan membalasnya.” Balasan pahala itu langsung berasal dari sisi Allah ‘azza wa jalla. Artinya tidak ada yang mengetahui besarnya kadar balasan puasa kecuali Allah. Adapun ibadah-ibadah yang lain akan diberikan ganjaran sesuai dengan niat pelakunya dimana satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya hingga tujuh ratus kali lipat dan bahkan banyak sekali kelipatannya, kecuali untuk puasa. Karena besarnya pahala puasa tidak bisa diukur dengan jumlah atau bilangan tertentu.

Karena puasa adalah bentuk kesabaran. Dia bersabar dalam meninggalkan makanan, minuman, haus, dan lapar. Sementara Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya akan disempurnakan pahala/balasan bagi orang-orang yang sabar itu tanpa ada perhitungan.” Adapun amal-amal yang lain pahala dan balasannya ditentukan dengan perhitungan/hisab. Bisa jadi banyak, dan bisa jadi sedikit. Adapun puasa, maka tidak ada yang mengetahui kadar pahalanya selain Allah semata. Maka ini pun menunjukkan kepada keutamaan puasa. Yaitu tidak ada yang bisa mengetahui besar dan ukuran balasan yang diberikan untuknya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. “Puasa itu untuk-Ku dan Aku lah yang akan langsung membalasnya.”
Selain itu, pada ibadah-ibadah lain bisa dengan mudah dimasuki syirik. Doa, ia pun dimasuki syirik. Dimana seorang itu berdoa kepada selain Allah. Demikian juga sedekah, ia bisa disusupi oleh riya’. Sholat juga bisa disusupi oleh riya’. Akan tetapi puasa, maka ia tidak disusupi oleh riya’. Karena puasa adalah sesuatu yang bersifat rahasia antara hamba dengan Rabbnya. Puasa tidak bisa tampak pada pelakunya sebagaimana halnya keadaan amal-amal lainnya yang dengan itu akan bisa membuka pintu riya’. Puasa adalah amalan yang rahasia antara hamba dengan Rabbnya, sehingga tidak bisa dimasuki riya’.

Demikian pula, orang-orang musyrik biasa mendekatkan diri kepada berhala-berhala dengan sembelihan dan nadzar, doa, istighotsah, mereka mempersekutukan Allah dalam segala bentuk amalan, adapun puasa maka ia tidak tersusupi dan tidak dimasuki oleh syirik. Oleh sebab itulah Allah menyatakan, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku lah yang membalasnya.” Ini artinya puasa tidak bisa disusupi oleh syirik. Inilah salah satu keistimewaan yang ada dalam ibadah puasa.
Tidak ada ceritanya orang-orang musyrik dahulu berpuasa untuk berhala-berhala mereka. Tidak ada kisahnya para pemuja kubur melakukan puasa untuk kubur; mendekatkan diri kepadanya dengan puasa. Sementara di saat yang sama mereka suka mendekatkan diri kepada sesembahan-sesembahan mereka itu dengan berdoa, mempersembahkan sembelihan, nadzar, dan lain sebagainya. Ini merupakan bukti keistimewaan puasa dibandingkan seluruh amal. Sehingga Allah mengatakan, “Puasa adalah untuk-Ku dan Aku lah yang akan membalasnya.”
Kemudian Allah menjelaskan mengapa orang yang berpuasa itu rela meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya, yaitu, “Karena Aku.” artinya puasa itu dilakukan semata-mata karena Allah. Ini adalah niat yang samar. Tiada yang mengetahui hal itu kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semuanya guna menggapai apa yang dicintai dan diridhai-Nya.

Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan segenap sahabatnya.



No comments:

Post a Comment